Minggu, 21 September 2014

Tari Prawesti

Sebuah pertunjukan dengan label consert tari yang di helat di Bandung mendapat apresiasi dari para penonton dan pekerja seni.
Beberapa tari yang menggambarkan budaya yang cukup memukau, di samping menarik untuk di simak yakni adanya Tari Prawesti.
Berikut ulasan yang di sampaikan oleh  Bobbie Rendra ke redaksi majalahburungpas.com, yang di lengkapi foto oleh : Febriandi Dimas Wara

Pada pertunjukan POTKA (Pusat Olah Tari dan Karawitan) Setialuyu pada 2 Februari lalu akhirnya menggagas sebuah event dengan titel “Paket Kemasan Aneka Seni Tari 2013”. Evnet Jenis gigs yang bekerja sama dengan Deparbud Jawa Barat ini mencoba menggambarkan sebuah potret otentik yang mempresentasikan potongan kehidupan epic masyarakat yang berbudaya Sunda.  

Semuanya disajikan secara professional dan dikemas berupa serangkaian penampilan sendratari-musikal yang diiringi secara live oleh sebuah grup Karawitan yang juga hasil didikan POTKA.

Dalam pagelaran konser ini, Iwan Rudiana selaku penata tari dan Uyep Supratna selaku penata karawitan membubuhkan beberapa eksplorasi ke dalam kesenian Sunda tersebut agar menjadi lebih inovatif.
Terobosan-terobosan baru semacam ini dimaksudkan agar kelak kesenian tradisional Sunda mampu meraih minat generasi muda Indonesia, khususnya Jawa Barat.

Penonton yang memenuhi tribun venue (berukuran kecil) hingga tigaperempat-nya tidak diketahui secara pasti, apakah mereka berasal dari kalangan yang beragam atau bukan. Namun kehadiran beberapa warga negara asing yang tampak apresiatif dan antusias selama pertunjukan berlangsung, bisa menjadi sebuah credit-point  tersendiri untuk kita garis bawahi.

Bahwa sebuah pagelaran yang berformat non-verbal concert seperti ini (di mana para penampil di atas stage tidak berekspresi melalui bahasa lisan dan tulisan), namun ternyata memiliki daya eksotisme serta nilai estetika tinggkat tinggi menurut beberapa perspektif kesenian secara luas.

Bukan tidak mungkin, concer ini kedepan akan menjadi bagian empuk kita saksikan, jika ditinjau dari segi kuantitas talentsnya, kita bisa jelas merasakan bahwa gigs semacam ini setara dengan penampilan big-band, pertunjukan opera, atau orchestra.
Banyaknya ciri khas kekayaan intelektual yang negeri kita miliki (dan lupakan) adalah salah satu major concern yang menjadi alasan lahirnya sebuah harapan baru bagi keberlangsungan kolaborasi antara rangkaian program POTKA Setialuyu dan Balai Pengelolaan Taman Budaya di tahun 2013 ini.

Tepat pukul 20.00 WIB, acara di atas stage-outdoor berbentuk setengah segidelapan ini resmi dibuka langsung oleh sang sutradara, H. Moh. A’im Salim. Di atas panggung yang menggunakan berbagai properti dengan tema agraris ini (sampai pohon pisang dijadikan dekorasi), berlangsung Tari Arumampes Katon sebagai sajian pembuka.

Empat orang dancer wanita berolah tubuh dengan halus dan gemulai sebagai lambang ucapan selamat datang kepada seluruh hadirin. Penampilan satu ini juga berisi Rajah Ruwatan, yaitu semi ritual yang di mana seorang pria berbalut selendang putih masuk sambil membawa keris dan melakukan gerakan sejenis pencak silat dengan versi yang lebih elegan.

Sesi ini ditutup dengan sesajen berbentuk nasi tumpeng serta penampilan Tari Baksa Menak, sebuah tarian historis yang dulu biasa dilakoni bangsawan Sunda (untuk saat ini Tari Baksa Menak menjadi mata kesenian wajib di beberapa institusi kesenian minor).



sumber : http://www.majalahburungpas.com/seni-budaya/tari-prawesti-ikon-baru-dunia-seni-tari-bandung.html

Tari Rara Ngigel

Tari Rara Ngigel adalah sebuah tari yang dikoreografikan oleh Ida Wibowo, putri guru tari terkenal Bagong Kussudiarjo. Tarian ini menceritakan tumbuhnya seorang gadis yang beranjak dewasa. Tari Rara Ngigel biasanya ditarikan oleh wanita, tetapi kadang ditarikan berpasangan dengan pria. Gerak tari yang lembut diinspirasi dari gerak-gerak tari gaya Yogyakarta, sedangkan gerak-gerak yang tegas dan patah-patah diinspirasi dari gerak jawa barat an. Sedangkan untuk pakaian merupakan percampuran dari budaya jawa dan cina, terlihat dari tusuk konde yang dipake di kepala.





sumber : http://indonesiandance.wordpress.com/2013/06/01/tari-rara-ngigel-kreasi-baru-rara-ngigel-dance/

Rangkaian Gerak Tari Rantaya Putra Alus

Trapsilantaya (Duduk Bersila)

Nikelwarti (Jengkeng) – Sembahan (Mangenjali)

Lumaksana Dhahap Hanuraga

Lumaksana Dhadhap Impuran

Lumaksana Bang-bangan / Bambangan

Lumaksana Nayung Gerak Penghubung : Besut (4 hitungan)

Gerak Penghubung : Ngigel (8 hitungan)

Gerak Penghubung : Sabetan (12 hitungan)

Gerak Penghubung : Ombak Banyu (12 hitungan)

Gerak Penghubung : Srisig (4/8/12 hitungan, disesuaikan dengan kebutuhan)  


sumber : http://brainly.co.id/tugas/63980

Tari Remo

Tari Remo adalah salah satu tarian untuk penyambutan tamu agung, yang ditampilkan baik oleh satu atau banyak penari. Tarian ini berasal dari Provinsi Jawa Timur.

Asal-usul

Tari Remo berasal dari Kabupaten Jombang, Jawa Timur[butuh rujukan]. Tarian ini berasal dari kecamatan Diwek Di desa Ceweng, tarian ini diciptakan oleh warga yang perprofesi sebagai pengamen tari di kala itu, memang banyak profesi tersebut di Jombang, kini Tarian ini pada awalnya merupakan tarian yang digunakan sebagai pengantar pertunjukan ludruk. Namun, pada perkembangannya tarian ini sering ditarikan secara terpisah sebagai sambutan atas tamu kenegaraan, ditarikan dalam upacara-upacara kenegaraan, maupun dalam festival kesenian daerah. Tarian ini sebenarnya menceritakan tentang perjuangan seorang pangeran dalam medan laga. Akan tetapi dalam perkembangannya tarian ini menjadi lebih sering ditarikan oleh perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian yang lain: Remo Putri atau Tari Remo gaya perempuan.
Menurut sejarahnya, tari remo merupakan tari yang khusus dibawakan oleh penari laki – laki. Ini berkaitan dengan lakon yang dibawakan dalam tarian ini. Pertunjukan tari remo umumnya menampilkan kisah pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran. Sehingga sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini.
Berdasarkan perkembangan sejarah tari remo, dulunya tari remo merupakan seni tari yang digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan ludruk. Namun seiring berjalannya waktu, fungsi dari tari remo pun mulai beralih dari pembuka pertunjukan ludruk, menjadi tarian penyambutan tamu, khususnya tamu – tamu kenegaraan. Selain itu tari remo juga sering ditampilkan dalam festival kesenian daerah sebagai upaya untuk melestarikan budaya Jawa Timur. Oleh karena itulah kini tari remo tidak hanya dibawakan oleh penari pria, namun juga oleh penari wanita. Sehingga kini muncul jenis tari remo putri. Dalam pertunjukan tari remo putri, umumnya para penari akan memakai kostum tari yang berbeda dengan kostum tari remo asli yang dibawakan oleh penari pria.

Tata Gerak

Karakteristika yang paling utama dari Tari Remo adalah gerakan kaki yang rancak dan dinamis. Gerakan ini didukung dengan adanya lonceng-lonceng yang dipasang di pergelangan kaki. Lonceng ini berbunyi saat penari melangkah atau menghentak di panggung. Selain itu, karakteristika yang lain yakni gerakan selendang atau sampur, gerakan anggukan dan gelengan kepala, ekspresi wajah, dan kuda-kuda penari membuat tarian ini semakin atraktif. SANDAL

Tata Busana

Busana dari penari Remo ada berbagai macam gaya, di antaranya: Gaya Sawunggaling, Surabayan, Malangan, dan Jombangan. Selain itu terdapat pula busana yang khas dipakai bagi Tari Remo gaya perempuan.

Busana gaya Surabayan

Terdiri atas ikat kepala merah, baju tanpa kancing yang berwarna hitam dengan gaya kerajaan pada abad ke-18, celana sebatas pertengahan betis yang dikait dengan jarum emas, sarung batik Pesisiran yang menjuntai hingga ke lutut, setagen yang diikat di pinggang, serta keris menyelip di belakang. Penari memakai dua selendang, yang mana satu dipakai di pinggang dan yang lain disematkan di bahu, dengan masing-masing tangan penari memegang masing-masing ujung selendang. Selain itu, terdapat pula gelang kaki berupa kumpulan lonceng yang dilingkarkan di pergelangan kaki.

Busana Gaya Sawunggaling

Pada dasarnya busana yang dipakai sama dengan gaya Surabayan, namun yang membedakan yakni penggunaan kaus putih berlengan panjang sebagai ganti dari baju hitam kerajaan.

Busana Gaya Malangan

Busana gaya Malangan pada dasarnya juga sama dengan busana gaya Surabayan, namun yang membedakan yakni pada celananya yang panjang hingga menyentuh mata kaki serta tidak disemat dengan jarum.

Busana Gaya Jombangan

Busana gaya Jombangan pada dasarnya sama dengan gaya Sawunggaling, namun perbedaannya adalah penari tidak menggunakan kaus tetapi menggunakan rompi.

Busana Remo Putri

Remo Putri mempunyai busana yang berbeda dengan gaya remo yang asli. Penari memakai sanggul, memakai mekak hitam untuk menutup bagian dada, memakai rapak untuk menutup bagian pinggang sampai ke lutut, serta hanya menggunakan satu selendang saja yang disemat di bahu bahu.

Pengiring

Musik yang mengiringi Tari Remo ini adalah gamelan, yang biasanya terdiri atas bonang barung/babok, bonang penerus, saron, gambang, gender, slentem siter, seruling, kethuk, kenong, kempul, dan gong. Adapun jenis irama yang sering dibawakan untuk mengiringi Tari Remo adalah Jula-Juli dan Tropongan, namun dapat pula berupa gending Walangkekek, Gedok Rancak, Krucilan atau gending-gending kreasi baru. Dalam pertunjukan ludruk, penari biasanya menyelakan sebuah lagu di tengah-tengah tariannya.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Remo